Selasa, 20 Desember 2016

Maharah Kitabah



2.1  Pengertian Maharat al-Kitabah
Sebagaimana kita ketahui bahwa Maharah Kitabah atau yang biasa dikenal ketrampilan menulis merupakan salah satu dari empat maharah (ketrampilan) yang harus dikuasai dalam mempelajari bahasa, baik bahasa Indonesia, Inggris maupun bahasa Arab. Dan sebelum menginjak pembahasan lebih lanjut terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu ketrampilan dan apa itu menulis.
Ketrampilan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Sedangkan menurut Dunette (1976)[1] ketrampilan adalah mengembangkan pengetahuan yang didapatkan melalui training dan pengalaman dengan melaksanakan beberapa tugas. Sedangkan menulis itu sendiri merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan tanpa didukung oleh tekanan suara, nada, mimik, gerak gerik dan tanpa situasi seperti yang terjadi pada kegiatan komunikasi lisan.[2]
Dalam KBBI menulis mengandung beberapa pengertian yang pertama, membuat huruf, angka, dan sebagainya dengan pena, pensil, dan sebagainya, kemudian yang Kedua, melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, dan sebagainya dengan tulisan.[3]
Menurut Thu’aimah dalam buku yang berjudul Teknik Pembelajaran Keterampilan Bahasa Arab karangan Hasan Saefuloh  mengemukakan bahwa ada kalangan yang memandang sempit terhadap pembelajaran menulis, yaitu sebatas mengajarkan siswa agar bisa menulis dalam arti membuat lambing-lambang tulisan. Dalam pengertian ini menulis hanyalah keterampilan mekanistik yang tidak membutuhkan pemikiran. Kalangan lain, memandang kegiatan menulis sebagai aktivitas kognitif yang memerlukan pemikiran yang matang, sistematika yang baik, serta penyajian yang menarik untuk menyampaikan gagasan atau perasaan yang ada dalam pikirannya.[4]
Dari pandangan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa menulis dalam arti yang lebih luas adalah kegiatan terstruktur dan disengaja yang dilakukan seseorang untuk menuangkan pikiran dan perasaannya, sehingga tulisannya tersebut dapat menunjukkan sudut pandangnya dan dari tulisannya itu orang dapat menilai karakter penulisnya.
Sedangkan Keterampilan menulis (maharah Al-kitabah/ writing skill) adalah kemampuan dalam mendiskripsikan atau mengungkapkan isi pikiran, mulai dari aspek yang sederhana seperti menulis kata-kata sampai kepada aspek yang kompleks yaitu mengarang.[5]

2.2 Jenis-jenis Menulis
Menulis terbagi menjadi dua jenis yaitu5 :
1.      Merangkai huruf / rasm al-huruf
Yaitu keterampilan yang bersifat psikomotorik mekanistik
2.      Mengarang /insya’/ta’bii
Yaitu keterampilan berfikir kognitif
Menulis jenis pertama diarahkan pada kemampuan siswa pada kelancaran menulis, kejelasan tulisan, dan penggunaan tanda baca. Sedangkan jenis kedua diarahkan pada kemampuan siswa untuk menuangkan gagasan, diliht dari segi kebahasaan berupa penggunaan ejaan termasuk kaidah imla’ dan jenis khat, pemilihan kata, penggunaan struktur kalimat, dan penerapan tata bahasa. Dan dilihat dari segi non kebahasaan berupa akurasi isi, kerapihan, kelengkapan, keruntutan dan sebagainya.[6]
Menurut Ilyan dalam buku yang berjudul Teknik Pembelajaran Keterampilan Bahasa Arab karangan Hasan Saefuloh  mengemukakan bahwa menulis terdiri dari tiga macam yaitu[7] :
1.      Menulis praktis fungsional
Menulis jenis ini berkaitan dengan kebutuhan komunikasi dan administrasi formal walaupun mempunyai aturan tersendiri tetapi tidak rumit dan tidak menggunakan gaya bahasa yang membutuhkan kedalaman interpretasi. Karakteristik tulisan fungsional diantaranya: bahasanya baku, kosa katanya sederhana dan tidak mengandung pengertian ganda, menggunakan gaya ilmiyah yang mudah dicerna, dan tidak memerlukan bakat khusus. Sedangkan situasi yang menggunakan jenis tulisan ini adalah: merangkum sebuah judul, menulis laporan, menulis surat, menulis pembukaan dan penutup sambutan, mengisi formulir dan sebagainya.
2.      Menulis kreatif satrawi
Menulis jenis ini berkaitan dengan kreatifitas dan gaya imajinasi penulis yang memerlukan bakat khusus, pengalaman panjang, wawasan luas, dan perasaan mendalam. Diantara karakteristik tulisan jenis ini adalah: 1.) berkaitan dengan daya kreatifitas penulis dan gaya bahasa sastra, 2.) penulisnya harus mempunyai bakat kesastraan, memiliki perasaan yang halus dan daya imajinasi tinggi, 3.) berkaitan dengan pengalaman, peka terhadap fenomena dan budaya masyarakat. Sedangkan yang termasuk kategori tulisan ini adalah menulis cerita, drama, biografi, dan sebagainya.    

Maharah Istima'


1.     Pengertian Pembelajaran Maharah Istima’
keterampilan menyimak (mahara al-istima’/listening skill) adalah kemapuan seseorang dalam mencerna atau memahami kata atau kalimat yang diujarkan oleh mitra bicara atau media tertentu. Kemampuan ini sebenarnya dapat dicapai dengan latihan yang terus menerus untuk mendengarkan perbedaan-perbedaan bunyi unsure-unsur kata (fonem) dengan unsure-unsur lainnya menurut makraj huruf yang betul baik lansung dari penutur aslinya maupun melalui rekaman.
Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambing lisan-lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menagkap isi, serta memahami makna komunikasi yang tidak disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. (Tarigan: 1983)
Menyimak adalah sarana pertama yang dugunakan manusia untuk berhubungan dengan sesama manusia dalam tahapan-tahapan tertentu, melalui menyimak kita mengenal mufradat, bentuk-bentuk jumlah dan tarakib. (saiful Mustafa, 2011: 201)
Secara umum, ketrampilan menyimak yang dimaksutkan sebagai kemampuan siswa untuk memahami bunyi atau ujaran dalam bahasa arab dengan baik dan benar. Yunus membagi kemampuan menyimak menjadi empat, yaitu:
1.     memahami makna secara global
2.     menafsirkan kalimat yang didengar
3.     memberikan analisis terhadap kalimat yang didengar
4.     memahami dengan penuh hati dari apa yang didengar




2.           Tujuan Pembelajaran Maharah Istima’
Menyimak merupakan hal yang sangat luar biasa karena dengan menyimak kita bisa membedakan bunyi-bunyi yang kita dengar bahkan kita lebih dahulu bisa mendengar dari pada berbicara.
Diantara tujuan pembelajaran bahasa arab adalah:
1.     Mengetahui dan membedakan suara huruf-huruf arab dengan baik dan benar.
2.     Mengetahui dan membedakan harakat panjang dan pendek.
3.     Membedakan suara huruf yang hampir sama dalam pengucapannya
4.     Mengetahui dan membedakan suara huruf yang bertasdid dan bertanwin.
5.     Mengetahui hubungan rumusan suara dengan rumusan tulisan.
6.     Menyimak bahasa arab tanpa mendalami gramatikal struktur makna.
7.     Mendengar dan memahami kosa kata bahasa arab sesuai struktur percakapan sehari-hari.
8.     Mengetahui perubahan makna sesuai perubahan bentuk kata.
9.     Memahami pengunaan bentuk-bentuk kata bahasa arab dalam menyusun kata untuk mengungkapkan maknanya.
10.   Memahami pengunaan mudzakar, muannast, ‘adad, af’al, dan lainnya dari aspek pengunaannya dalam bahasa untuk memperjelas makna.
11.   Memahami makna yang berhubungan dengan beragam aspek dan kebudayaan asing.
12.   Mengetahui materi dalam kata bahsa arabterkadang berbeda dari maknanya dan hampir sama dengan bahasa pengajar.
13.   Memahami apa yang diingginkan pembicara ketika mengungkapkan sesuai keadaan.
14.   Mengetahui jenis-jenis fi’il yang mewakili percakapan yang membutuhkan jawaban.
15.   Meminta manfaat dari kepastian aspek-aspek tersebut dalam pengaplikasian menyimak bahasa arab sehari-hari.







3.           Metode dan Teknik Pembelajaran maharah istima’
Pada tingkat lanjutan pembelajaran ketrampilan menyimak difokuskan pada pemahaman apa yang disimak, bukan pengulangan atau hafalan bunyi, kata atau kalimat yang telah disimak (seperti yang terdapat dalam pembelajaran  ketrampilan  menyimak pada tingkat  lanjutan perlu diperhatikan metode dan teknik sebagai berikut :
1)      Materi yang disuguhkan benar-benar sesuai untuk tingkat lanjutan.
2)      Materi yang disampaikan adalah materi asli yang berdasarkan kenyataan yang ada, bukan  materi yang buat-buat, misalnya berita diradio dan telivisi, drama -drama berbahasa  Arab, pidato-pidato berbahasa Arab dan sebagainya.
3)      Disampaikan dengan kecepatan pada umumnya penutur asli berbicara.tidak boleh diperlambat dengan tujuan memudahkan pemahaman.
4)      Pelajar harus tetap mendengarkan apa yang disimaknya meskipun menemukan beberapa kosakata yang belum dipahaminya.
5)      Guru memberi materi pembuka sesuai dengan topik yang akan dibicarakan.
4.     Media Pembelajaran Keterampilan  Menyimak
Media dalam pembelajaran bahasa Arab sangat berperan untuk mencapai keberhasilan, terlebih dalam  pembelajaran keterampilan menyimak. Media yang dibutuhkan dalam pembelajaran ketrampilan menyimak antara lain:
a.      Disket dan CD
Media ini mempunyai keistimewaan yang berupa jelasnya suara, efesien dan efektif pelaksanaannya. Karena disket dan CD bisa  dipindah pindah dari satu tempat ketempat lain dengan mudah. Hanya saja media ini akan berkurang fungsinya ketika sudah digunakan berkali-kali terlebih bila melampaui batas kemampuannya.
b.      Tape Recorder dan Kaset
Tidak semua lembaga mempunyai fasilitas komputer untuk proses pembelajaran. Tape recorder barangkali lebih mudah untuk ditemukan di setiap lembaga dan lebih mudah pula mengoperasionalkannya.
c.       Radio
Media ini sangat efektif digunakan ketika ada penyiaran berita  yang berbahasa Arab. Melalui media ini siswa dilatih menyimak dengan penuh konsentrasi. Karena siswa tidak bisa mendengarkan lebih dari satu kali.
d.      Drama
Drama sangat membantu siswa melatih pemahaman dari apa  yang didengarkannya. Sebab dalam  drama, siswa tidak sekedar mendengarkan tetapi dibantu dengan ekspresi wajah dan gerak tubuh.
e.     Permainan Bahasa
Media ini sangat efektif digunakan ketika siswa dalam kondisi lelah. Dengan permainan, secara psikologis siswa dibawa pada suasana menyenangkan. Meskipun dalam kondisi lelah, diharapkan siswa tetap bisa menangkap pesan yang  disampaikan.

5. Evaluasi dalam Pembelajaran Istima’.

Setiap evaluasi bertujuan untuk mengukur hasil yang telah dicapai selama proses pembelajaran. Karena itu evaluasi tidak boleh lepas dari tujuan apa yang ingin dicapai dalam pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam pembelajaran ketrampilan menyimak, evaluasi juga disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran dengan rincian :
1.           Pemahaman isi teks yang disimak bisa dievaluasi dengan :
a)      Melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan isi teks.
b)      Mengungkap kembali apa yang telah disimak dengan bahasa lisan dan tulisan.
c)      Memperaktekkan apa yang telah disimak.
d)     Meringkas apa yang telah disimak.
2.      Mengeluarkan ide pokok, bisa dievaluasi dengan mengeluarkan ide pokok pada setiap alenia yang telah disimak atau mengeluarkan ide pokok secara keseluruhan dari apa yang telah didengarnya.
3.      Pengembangan isi bisa  dievaluasi  dengan mendiskusikan topik yang ada dalam teks yang disimak.







BAB III
KESIMPULAN

1.     keterampilan menyimak (mahara al-istima’/listening skill) adalah kemapuan seseorang dalam mencerna atau memahami kata atau kalimat yang diujarkan oleh mitra bicara atau media tertentu. Kemampuan ini sebenarnya dapat dicapai dengan latihan yang terus menerus untuk mendengarkan perbedaan-perbedaan bunyi unsure-unsur kata (fonem) dengan unsure-unsur lainnya menurut makraj huruf yang betul baik lansung dari penutur aslinya maupun melalui rekaman.
2.     Tujuan Pembelajaran Maharah Istima’: Mengetahui dan membedakan suara huruf-huruf arab dengan baik dan benar.
3.     metode dan teknik pembelajaran maharah istima’
Pada tingkat lanjutan pembelajaran ketrampilan menyimak difokuskan pada pemahaman apa yang disimak, bukan pengulangan atau hafalan bunyi, kata atau kalimat yang telah disimak (seperti yang terdapat dalam pembelajaran  ketrampilan  menyimak pada tingkat  lanjutan perlu diperhatikan metode dan teknik
4.     Media dalam pembelajaran bahasa Arab sangat berperan untuk mencapai keberhasilan, terlebih dalam  pembelajaran keterampilan menyimak. Media yang dibutuhkan dalam pembelajaran ketrampilan menyimak antara lain: Disket dan CD, Tape Recorder dan Kaset, Radio, Drama dan permainan bahasa

5.     Setiap evaluasi bertujuan untuk mengukur hasil yang telah dicapai selama proses pembelajaran. Karena itu evaluasi tidak boleh lepas dari tujuan apa yang ingin dicapai dalam pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam pembelajaran ketrampilan menyimak, evaluasi juga disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran















Mufrodat



Pendahuluan
Kosakata (mufradat) adalah himpunan kata atau khazanah kata yang diketahui oleh seseorang atau kelompok, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu. Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang dimengerti oleh orang tersebut dan kemungkinan akan digunakannya untuk menyusun kalimat baru. Kekayaan kosakata seseorang secara umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia atau tingkat pendidikannya.
Menurut Horn, kosakata adalah sekumpulan kata yang membentuk sebuah bahasa. Peran kosakata dalam menguasai empat kemahiran berbahasa sangat diperlukan sebagaimana yang dinyatakan Vallet adalah bahwa kemampuan untuk memahami empat kemahiran berbahasa tersebut sangat bergantung pada penguasaan kosakata seseorang. Meskipun demikian pembelajaran bahasa tidak identik dengan hanya mempelajari kosakata. Dalam arti untuk memiliki kemahiran berbahasa tidak cukup hanya dengan menghafal sekian banyak kosakata. (Mustofa: 2010 )
Seperti halnya qawa’id, mufradat juga hanya merupakan sarana atau media, bukan tujuan pembelajaran bahasa Arab itu sendiri. Karena itu, kurang tepat anggapan sementara orang bahwa belajar bahasa asing itu tiada lain adalah mempelajari kosakatanya. Tidak dipungkiri bahwa mufradat itu sangat penting dalam pembelajaran bahasa asing termasuk Bahasa Arab, tetapi jika tidak digunakan dalam struktur kalimat dan dikontektualisasikan, maka mufradat menjadi tidak bermakna. (Muhbib; 2004)
Mufradat yang kita gunakan itu sangat terkait dengan دَلالَة( makna ). Setidak-tidaknya jika kita hendak memahami sebuah جُمْلَة (kalimat), ada empat tingkatan دلالة yang harus kita perhatikan, yaitu (1)مُعْجَمِيَّةدلالة ( makna leksikal), (2)صَرْفِيَّةدلالة( makna morfologis), (3)نَحْوِيَّةدلالة (makna gramatikal), dan (4)  تَنْغِيْمِيَّةدلالة (makna intonasi). Misalnya saja, ada kalimat  :  الْمُجْتَهِدِيْنَعلّمَ المدرِّسُ تلاميذَه. Secara leksikal, masing-masing kata berarti : mengajar – pendidik - murid-muridnya – rajin. Jika dimaknai demikian, tentu orang tidak dapat memahami maksudnya dengan baik. Kata pada جُمْلَة(kalimat)  itu dimulai dengan  فعل ماض, maka صَرْفِيَّةدلالة(makna morfologis) nya menunjukkan telah atau sudah, posisi الْمُدَرِّسُsebagai فاعل(subyek) dalam bahasa Indonesia mengharuskan kita menempatkannya di awal kalimat, dan karena kata الْمُدَرِّسُitu berupa isim ma’rifah (diawali dengan ال)  , maka pengertiannya “pendidik itu” bukan “seorang pendidik”. Sedangkan تَلامِيْذَkedudukannya sebagaiبِهمفعول (obyek) dan الْمُجْتَهِدِيْنَadalah sifat ( نعت) yang berkonotasi “yang”, sehingga makna keseluruhannya adalah “Pendidik itu telah mengajar murid-muridnya yang rajin”.
2.
Tujuan Pembelajaran Mufradat
Tujuan utama Pembelajaran mufradat adalah :
a.
Memperkenalkan kosakata baru kepada peserta didik.
b.
Melatih peserta didik untuk dapat mengucapkan kosakata itu dengan benar.
c.
Memahami makna kosakata, baik secara denotatif/leksikal (berdiri sendiri) maupun  ketika digunakan dalam konteks kalimat tertentu (makna konotatif dan gramatikal).
d.
Mampu menggunakan kosakata tersebut dalam berekspresi, baik secara lisan (berbicara) maupun tulisan (mengarang) sesuai dengan konteks yang benar.
Karena itu ukuran/indikator penguasaan mufradat peserta didik bukanlah terletak pada kemampuannya untuk menghafal mufradat itu, tetapi pada kemampuannya menggunakan mufradat tersebut dengan tepat, baik sebagai sarana untuk memahami teks, maupun sebagai sarana berekspresi ta’bir tersebut. Dengan kata lain, Pembelajaran mufradat berfungsi sebagai media untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik aktif maupun pasif.
3.
Prinsip-prinsip Pembelajaran Mufradat
Kekayaan Mufradat yang dimiliki oleh bahasa Arab termasuk sangat melimpah, bahkan mungkin paling banyak di antara bahasa-bahasa di dunia. Walaupun belum ada hasil penelitian yang menunjukkan mengenai jumlah pasti kosakata Arab, tetapi dapat dipastikan bahwa jumlahnya ribuan bahkan jutaan kata. Kamus Arab terbesar dan terlengkap, Lisan al-‘Arab karya Ibnu Manzhur itu terdiri dari 20 jilid tebal, tentunya memuat ratusan ribu derivasi dan kosakata.
Oleh karena tidak mungkin dan bahkan mustahil semua kosakata/Mufradat diajarkan,  maka diperlukan adanya prinsip-prinsip dalam pemilihan Mufradat. Dan seorang pakar menyebutkan ada tujuh prinsip dalam pemilihan Mufradat, (Hendra; 2006)yaitu :
a.
التواتُر ( Frekuensi). Kata yang frekuensi penggunaannya sering/banyak harus diprioritaskan untuk diajarkan daripada yang jarang digunakan. Contohnya : kata نَهْر  harus lebih diutamakan daripada kata تُرْعَةyang sama-sama berarti sungai, karena yang kedua jarang digunakan. Bahkan hanya kata نَهْرyang digunakan dalam Al-Qur’an.
b.
التوزّع أوالمدى (Range). Maksudnya, mengutamakan penggunaan kata-kata yang digunakan oleh banyak negara Arab daripada oleh sebuah negara Arab. Standar dan acuannya adalah Mu’jam al-Rashid al-Lughawy li al-thifl al-‘araby  yang disusun oleh ISESCO.
c.
المتاحية (Ketersediaan, availability). Maksudnya, kata yang dikuasai oleh seseorang ketika hendak digunakan lebih diutamakan daripada yang tidak diketahuinya. Misalnya kata جلس hampir pasti lebih dahulu diketahui dan dikuasai peserta didik daripada kata قعد  .
d.
الألفة (Familiar), maksudnya, kata yang lebih familiar (sering didengar dan  digunakan) harus diprioritaskan pembelajarannya daripada kata yang jarang dan langka, meskipun mempunyai kesamaan arti. Misalnya, kata شمس pasti lebih familiar bagi kita daripada kata ذُكاء .
e.
الشمول (Ketercakupan,coverage). Maksudnya, satu kata yang pengertiannya mencakup banyak hal perlu diprioritaskan daripada kata yang hanya dapat digunakan dalam satu bidang saja. Misalnya, kata بيت dan kata  منزيل. Kata بيت jelas lebih konprehensif daripada kata  منزيل , karena kata yang pertama  (بيت )mencakup berbagai bidang seperti ungkapan :بيتالابرة (البوصلة), بيت الأنكبوت, القصيدبيت ,اللهبيت , المالبيت, ......
f.
الأهمّية (Kepentingan, signifikance). Maksudnya, kata yang sedang diperlukan dan dianggap penting untuk diketahui dan digunakan harus lebih diprioritaskan daripada yang sedang tidak atau kurang dibutuhkan.
g.
العروبة (Kearaban). Maksudnya, kata yang berasal dari bahasa Arab sendiri harus lebih diutamakan daripada pinjaman atau yang diserap dan diarabkan. Contohnya : kata الهاتفlebih utama daripada التلفون , meskipun peserta didik lebih dahulu mengenal kata yang kedua (التلفون ). Dalam konteks ini, pendidik dapat menjelaskan ma’na kata yang pertama (الهاتف ) dengan menyebut kata yang kedua  (التلفون )  sebagai sinonimnya, sehingga pemahaman peserta didik menjadi lebih cepat dan mantap. Demikian pula kata-kata  المدياع,الحاسوب,الجوّال harus lebih diprioritaskan daripada kata-kata :  الراديو,الكومبيوتر,الموبيل
4.
Teknik Pembelajaran Mufradat 
Tidak jarang orang bertanya :”Berapa jumlah mufradat yang harus dikuasai (tidak harus dihapal) agar seseorang dapat lancar berkomunikasi lisan atau tulisan dengan bahasa Arab?” Sebagian pakar berpendapat bahwa pelajar tingkat dasar (pemula) cukup menguasai 750 – 1.000 kosakata, tingkat menengah 1.000 – 1.500 kosakata, dan tingkat lanjutan 1.500 – 2.000 kosakata. Pakar lain menyatakan bahwa mengajar anak dengan 2.000 – 2.500 kosakata pada tingkat dasar cukup untuk membuatnya mampu berkomunikasi dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan syarat mereka menguasai setruktur kata dan cara menggunakan kamus. Ada lagi yang berpendapat bahwa penguasaan 3.000 – 5.000 kosakata cukup untuk menjamin kelancaran dalam membaca berbagai karya tulis dalam berbagai bidang.
Terlepas dari perbedaan tersebut, proses pembelajaran Bahasa Arab, antara lain harus diarahkan pada pengembangan kosakata ( tanmiyat al-mufradat ) agar peserta didik memiliki perbendaharaan (modal kebahasaan) yang memadai, sehingga timbul keberanian untuk berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Kelemahan pelajar kita pada umumnya adalah kekurangan penguasaan kosakata.
Ada dua metode yang biasanya digunakan dalam pembelajaran mufradat, khususnya dalam memperjelas makna kosakata, yaitu : metode kontekstual (السيّاقيّةالطريقة) dan metode non-kontekstual (الطريقة غيرالسيّاقيّة). (Matsna; 2004) Metode kontekstual dimaksudkan sebagai cara menjelaskan kosakata melalui kontekstualisasi kata dalam setruktur kalimat. Asumsinya adalah bahwa satu kata dalam bahasa Arab terkadang mempunyai banyak makna, sehingga agar makna difahami, makna kata itu harus diletakkan struktur kalimat secara kontekstual. Misalnya kata  فَتَحَ , maknanya tidak sekedar membuka secara fisik semata, tetapi juga berkonotasi mendirikan, memperoleh kemenangan, memudar, dan sebagainya. Perhatikan contoh kalimat berikut ini :
فتحالطالبالكتاب ·
فتحأحمدمتجرا ·
فتحاللهغليك ·
انّافتحنالكفتحامبينا ·
.فتحلونالقميصفصارأبيضبعدأنكاناصفر ·
Demikian pula, ketika menjelaskan makna harf min (مِنْ), pendidik perlu melakukan kontekstualisasi agar ragam makna min (مِنْ) dapat difahami dari konteks kalimatnya, baik yang berarti dari, sebagian/termasuk, maupun yang bermakna di dan karena.
Adapun Teknik/Langkah-langkah yang dapat ditempuh pendidik dalam menjelaskan makna mufradat.